“Lanang Bisai” dari Pasir Gantiang ke Koto Lobu
Pasir Gantiang, kampung dipinggir laut Indoropuro. Sekitar abad XVII (1600-1700) rombongan Lanang Bisai meminta restu ke Sultan Ahmad Perkasa Alamsyah untuk memulai perjalanan mencari daerah baru dengan berbekal sekepal tanah dan secupak air. Bekal tersebut sebagai acuan diamana nantinya daerah yang harus mereka diami adalah daerah yang sama jenis dan berat tanah dan jenis airnya, paling tidak mendekati dengan kampung yang mereka tinggalkan.
Setelah beberapa hari berjalan menjujur pantai kearah utara, banyak kampung dan negeri yang sudah ditempuh tetapi tidak ada yang sesuai berat dan jenisnya dengan bekal tanah dan air yang dibawa. Berhari – hari, berbulan bulan berjalan sampai di suatu daerah. Disiang hari ketika matahari sedang teriknya, dekat pantai rombongan beristirahat menikmati angin pantai didaerah tersebut. Dicoba dicocokkan dan ditimbang tanah dan air disana tidaklah cocok.
Mulailah berangkat lagi berjalan terus hingga hari sudah menjelang petang bertemu dengan muara sungai, untuk menyeberang dibutuhkan sampan, sedangkan sampan tidaklah ada disana, akhirnya rombongan memanfaatkan batang kayu hanyut, dengan terdesak akhirnya mereka bisa sampai ke seberang. Sampai diseberang tanah dicocokkan dan air ditimbang namun kembali hasilnya jauh berbeda.
Perjalanan dilanjutkan esok harinya. Lama perjalanan terus berjumpa dengan kampung dan daerah disesuaikan air dan tanah tidak juga ada yang cocok. Akhirnya tibalah di suatu daerah yang hampir sesuai timbangannya, namun mereka belum puas dan masih ingin mencari daerah lain yang benar-benar cocok. Perjalanan dilanjutkan hingga bertemu dengan daerah yang dikuasai oleh Raja yang bernama Raja Ibrahim.
Maka diceritakanlah maksud dan tujuan kepada Raja Ibrahim bahwasanya mereka ingin mencari daerah yang sesuai dengan yang ditinggalkannya. Setelah mendapatkan maksud dan tujuan rombongan tersebut, oleh Raja Ibrahim dibawalah rombongan kepada Raja Sultan Laut Api nan Garang, tiba pada suatu daerah dicobalah ditimbang dan dicocokkan tanah dan airnya, namun hasil kali ini jauh lebih ringan, sedangkan didaerah sebelumnya berat timbangan tersebut hampir sesuai.
Timbul lah perbedaan dan silang pendapat diantara rombongan, sebagian rombongan ada yang ingin membaliki kembali daerah yang sebelumnya yang mana timbangannya sudah hampir sesuai, sedangkan sebagian rombongan yang lain mengatakan ingin meneruskan perjalanan.
Silang pendapat tidak menemukan jalan tengah, akhirnya Raja Ibrahim dan Sultan Laut Api Nan Garang memberi usulan supaya perjalanan diteruskan saja dan jika perjalanan diteruskan, diperjalanan nanti rombongan akan berjumpa dengan daerah selanjutnya yang dikuasai oleh Datuak Syamsu Dirajo penduduk disana lebih mengenal beliau dengan Datuak Pancang, bisalah nanti rombongan untuk meminta pendapat dari Datuak Pancang nantinya jika bertemu.
Maka atas nasihat dari Raja Ibrahim dan Sultan Laut Api Nan Garang perjalanan diteruskan dan sampailah didaerah Datuak Pancang. Dan disampaikanlah maksud dan tujuan kepada Datuak Pancang. Maka oleh Datuak Pancang diberilah nasihat yang baik, bahwa daerah yang sangat baik untuk dijadikan perkampungan perjalanan harus diteruskan kearah darat dan ditunjuklah bahwa dijung sana ada suatu bukit yang bernama Bukit Sirangit, dibukit itu tanahnya sangat subur dan datar dan sangatlah baik untuk dijadikan perkampungan baru.
Mendengar kabar baru dari Datuak Pancang, maka perjalanan diteruskan. Rombongan terus berjalan hingga terasa badan sudah lelah dan haus, rombongan beristirahat dan meminum air disana melepaskan dahaga. Anak air disana sangatlah jernih. Dilepaskanlah pandang kekiri dan kekanan maka dicobalah dicocokkan air dan tanah sebabnya suasana disini hampir sama dengan keadaan kampung mereka, airnya jernih, ikannya kelihatan menari-nari berkejar-kejaran kesana kemari seolah ikut bergembira menyambut rombongan. Sedangkan tanahnya baik digunakan sebagai obat untuk zat tulang, mereka menamai daerah itu Tanah Napal.
Maka dirintislah semak-semak dan hutan didaerah tersebut dan melepaskan pandangan maka nampaklah suatu daerah yang agak luas dan didapatilah disana banyak batang/pohon labu yang telah masak buahnya, mereka memetik dan memakan buah tersebut. Tanah disana sangatlah subur karena buah labunya besar. Akhirnya dibuatlah ladang padi dan sayur dan ditanam kembali bibit labu disana. Hingga waktu beberapa bulan saja daerah tersebut dipenuhi oleh pohon labu hingga tak termakan lagi, penuhlah kampung tersebut dengan labu sehingga daerah itu dinamakan mereka dengan Koto Lobu. Disana terdapat sungai yang lebar dan airnya terasa agak bangai karena terdapat batang bangai disekitar sungai. Di Koto Lobulah Rombongan Lanang Bisai membuka perkampungan baru hingga berkembanglah daerah disana.